Oleh: Thoriq Tri Prabowo
Pesta
sepak bola terbesar di Benua Eropa itu akhirnya datang juga. Semaraknya pun
sampai ke Indonesia. Masyarakat Indonesia yang sangat antusias terhadap sepak
bola menyikapi datangnya liga ini sebagai pesta besar yang tak mau mereka
lewatkan begitu saja. Tak jarang mereka mau merogoh kocek dalam-dalam hanya
sekadar untuk nonbar (nonton bareng)
di kafe, bar, dan tempat lain yang menyelenggarakan acara nonton bareng.
Begitu
hebohnya masyarakat terhadap EURO. Tak terkecuali anak-anak sekolah, mulai dari
SD sampai mahasiswa semuanya menantikan kedatangannya. Mereka juga turut serta
tak mau kalah menyaksikan pesta sepak bola di benua biru itu. Mereka rela waktu
istirahat mereka disita hanya demi menonton tim jagoannya berlaga. Ironisnya
minat terhadap sepak bola itu tak berbanding lurus dengan minat belajar yang
justru tugas utama para pelajar.
Perpustakaan
yang disediakan di sekolah atau kampus bertujuan sebagai fasilitas belajar yang
bisa dikatakan gratis, sangat jarang dikunjungi. Hal itu berbanding terbalik
dengan kafe-kafe yang menyelenggarakan acara nonton bareng pertandingan sepak
bola. Tempat itu dibanjiri oleh banyak orang yang tak jarang adalah pelajar,
dan mereka datang tentunya dengan membayar. Ironis bukan?.
Buku
pelajaran dikesampingkan, dan hanya dianggap sebagai isi tas belaka. Para
pelajar merasa bahwa belajar dan membaca buku bukan merupakan kewajiban utama mereka.
Mereka lebih menyesal tim kesayangan mereka kalah bertanding, ketimbang nilai
ulangan mereka jeblok. Dan parahnya lagi, terkadang para pelajar tak
segan-segan untuk mempertaruhkan banyak uang demi tim jagoan mereka.
Semangat
belajar para pelajar semakin menurun saja. Terlebih dengan datangnya EURO yang
jam tayang pertandingannya relatif di larut malam. Menonton pertandingan sepak
bola mereka agendakan sebagai rutinitas wajib yang tak boleh untuk dilewatkan.
Dan mereka mengatas namakan itu sebagai hobi, tanpa memikirkan dampaknya
terhadap pendidikan mereka.
Memang,
semua itu kembali kepada pribadi masing-masing. Peran orang tua dalam mengawasi
kegiatan putra-putrinya juga tak kalah penting. Antusiasme terhadap EURO
hendaknya dibarengi dengan semangat belajar yang meningkat juga. Sehingga
antara hobi dan pendidikan tetap berjalan seimbang sesuai dengan porsinya. Terlebih
diutamakan belajar. Mengingat tugas utama seorang pelajar memanglah hanya untuk
belajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar